RSS

Strategi Rekrutmen dan Seleksi

14 Mar

Rekrutmen dan seleksi adalah salah satu fungsi dari Manajemen Sumber Daya Manusia (“SDM”). Proses dan hasil dari aktivitas seleksi berhubungan dan mempengaruhi proses dan hasil fungsi-fungsi lain dari Manajemen SDM : manajemen penggajian, manajemen penilaian kinerja, dan terutama manajemen pelatihan dan pengembangan.

Berbagai kesalahan selama proses rekrutmen dan seleksi dan hasil yang tidak sesuai dengan target akan berdampak langsung terhadap fungsi-fungsi lain dari Manajemen SDM. Sebagai contoh, jika kompetensi karyawan baru yang dipekerjakan tidak sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan jabatan, maka akan menambah berat beban tugas peningkatkan kompetensi melalui program pelatihan dan pengembangan SDM.

Karena itu, seyogyanya setiap organisasi, baik  yang berorientasi laba dan maupun nirlaba, tidak punya pilihan lain kecuali serius dalam proses rekrutmen dan seleksi. Sudah menjadi “rahasia umum” bahwa sebagian tertentu karyawan baru adalah titipan dari stakeholders. Semakin kuat power dan interest dari stakeholders, maka semakin sulit untuk menolak “teror” mereka.

Karena dipaksakan,  kompetensi karyawan baru belum tentu sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan jabatan. Dampaknya adalah terhadap kinerja dan prestasi individual, kelompok kerja, seksi, departemen, dan perusahaan. Rekan kerja dan atasan harus meluangkan waktu dan energi lebih banyak untuk “mengkatrol” kompetensi si karyawan baru.

Semakin banyak karyawan baru yang tidak memenuhi persyaratan kompetensi dan persyaratan pekerjaan, maka akan semakin menjadi beban bagi Departemen SDM khususnya dan perusahaan pada umumnya. Memang, dampak dari karyawan yang tidak memenuhi persyaratan tidak segamblang dan seekstrim, misalnya, pelari estafet yang kinerjanya buruk. Jika karyawan baru tersebut bagian dari sebuah regu kerja, dampak dari kompetensi yang tidak memadai juga tidak segamblang dan seekstrem tim pitstop yang lamban bekerja.

Sulit untuk mendapatkan data tentang dampak negatif dari karyawan baru yang tidak memenuhi persyaratan. Ironisnya, data seperti itu memang sengaja tidak pernah dibuat. Padahal, penerimaan karyawan baru yang tidak memenuhi persyaratan kompetensi dan persyaratan jabatan selalu berulang. Sebagian pimpinan perusahaan memilih sabar dan legowo terhadap “teror” dari stakeholders.

 

 

Definisi Rekrutmen dan Seleksi

Rekrutmen dan seleksi adalah dua aktivitas yang berbeda. Tetapi perbedaan di antara keduanya hanya dipahami oleh para akademisi dan praktisi Manajemen SDM. Orang awam memahami rekrutmen dan seleksi sama saja.

Definisi rekrutmen dan seleksi menurut Jyoty Mohan adalah sebagai berikut :

Recruitment is the process of finding and attracting capable applicants for employment. The result is a pool of applicants from which new employees are selected.”

Selection is the process of choosing the most suitable candidates from those who apply for the job. It is a process of offering jobs to desired candidates.” (www.citehr.com)

 

 

Strategi

Secara umum, strategi rekrutmen dan seleksi dibedakan menjadi 3, yaitu “buy” (membeli), “made” (membina), dan kombinasi “buy” dan “made”.

Dasar pertimbangan untuk menetapkan strategi rekrutmen dan seleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain nilai-nilai perusahaan, persaingan di industri, siklus bisnis, dan kemampuan keuangan perusahaan.

Sebagai contoh, jika perusahaan dalam siklus bisnis tumbuh, demikian juga industri yang dimasuki perusahaan juga sedang tumbuh, maka perusahaan harus lincah dan gesit untuk mendapatkan tenaga kerja terbaik yang ada di pasar tenaga kerja. Jika perusahaan untuk bertahan, bersaing, dan tumbuh perusahaan tidak dapat mengandalkan SDM yang ada, maka strategi buy menjadi pilihan terbaik. Dalam hal ini, perusahaan menghadapi deadline untuk memastikan kesiapan organisasi dan kesiapan SDM.

Jika industri relatif stabil dan persaingan usaha relatif tidak ketat, kebutuhan SDM terbaik juga tidak terlalu mendesak. Tuntutan deadline untuk memastikan kesiapan organisasi dan kesiapan SDM relatif longgar. Dalam kondisi seperti ini, strategi kombinasi buy dan made dapat diterapkan.

 

 

Strategi Buy

Tidak sulit untuk menemukan contoh klub sepakbola yang memiliki filosofi dan strategi seleksi dan rekrutment “buy” (membeli). FC Real Madrid (“Madrid”) dan FC Manchester City (“City”) adalah “jagoan” dalam hal “belanja” pemain.

Pemilik dan manajemen kedua klub tersebut tidak segan-segan menggelontorkan dana puluhan juta Euro untuk menarik dan mempertahankan pesepakbola “papan atas” bergabung di klub masing-masing. Sebagian besar – untuk tidak mengatakan semua – pesepakbola yang direkrut oleh Madrid dan City adalah pesepakbola yang sudah “jadi” (teknis kelas wahid, pengalaman dan prestasi sudah teruji). Madrid dan City tidak perlu berkeringat membina mereka. Semua pesepakbola sudah siap pakai dan siap kerja.

FC Real Madrid – Image courtesy UEFA

Di Madrid misalnya, tidak ada satupun pesepakbola yang direkrut dengan nilai transfer yang murah (kecuali beberapa pesepakbola asal Turki yang direkrut bebas transfer). Di Madrid ada Christiano Ronaldo, pemegang rekor dunia dalam nilai transfer (94 juta Euro atau sekitar Rp. 1,3 triliun) dan gaji (12 juta Euro per tahun, atau sekitar 230 ribu Euro per minggu). Sebelumnya, Madrid sudah memiliki Kaka yang dibeli dengan nilai transfer 67,2 juta Euro.

Tidak kalah “glamour”, City memboyong Sergio “Kun” Aguero dengan nilai bandrol sekitar 40 juta Euro. City juga pernah “menghambur-hamburkan” uang sejumlah 32 juta Euro saat memboyong  Robinho (meskipun tidak sukses dan kemudian dilego ke AC Milan). City juga sanggup membayar mahal gaji pesepakbola, rata-rata berkisar antara 150 ribu Euro sampai dengan 200 ribu Euro per minggu.

Sejatinya, Madrid juga memiliki akademi sepakbola “La Fabrica”. Di antara  alumni La Fabrica adalah Iker Casillas, Pedro Leon, kiper Antonio Adan, dan masih banyak lagi. Ironisnya, Madrid tidak sabar untuk cepat-cepat “panen”, dan karena itu lebih suka belanja pesepakbola yang sudah jadi. Sulit untuk menyebut siapa saja pesepakbola muda asli didikan Madrid yang menjadi pelapis tim utama.

Kesempatan pesepakbola muda untuk memiliki “jam terbang” (baca : bertanding di  kejuaraan yang kompetitif) kalah dengan pesepakbola didikan La Masia, Barcelona. Praktis, untuk saat ini, hanya Casillas yang murni didikan Madrid. Satu-satunya generasi muda didikan Madrid adalah Antonio Adan, kiper kedua setelah Casillas.

Strategy Made

FC Arsenal dan FC Ajax Amsterdam adalah contoh klub sepakbola yang memiliki filosofi dan strategi rekrutmen dan seleksi “made”. Kedua klub tersebut lebih banyak mengandalkan para pesepakbola yang mereka didik sendiri di akademi sepakbola milik klub. Selanjutnya, alumni akademi sepakbola itulah yang akan menjadi pemain utama.

Biaya membeli pesepakbola yang masih sangat muda (rata-rata berusia 16 s.d. 20 tahun) memang relatif lebih murah. Dibandingkan dengan membeli pesepakbola yang sudah jadi/matang dan menjadi rebutan beberapa klub-klub besar, nilai transfer pesepakbola muda dibandingkan dengan pesepakbola yang sudah jadi ibarat bumi dan langit.

FC Ajax Team by www.planetfootball360.com

Dari segi biaya, pembinaan pesepakbola muda relatif tidak terlalu membebani anggaran biaya klub. FC Barcelona yang memiliki akademi sepakbola “La Masia”, hanya mengeluarkan sekitar 11 juta Euro per tahun (bandingkan dengan gaji Lionel Messi 10,5 juta Euro per tahun). Biaya pelatihan dan pengembangan pesepakbola muda itu hanya 25 % dari biaya yang dikeluarkan oleh FC Barcelona untuk membeli penyerang Alexis Sanchez.

Manfaat dari strategi rekrutmen dan seleksi “made” adalah sistem rekrutmen dan seleksi mengandalkan sumber internal. Sistem promotion-from-within akan berjalan baik. Pesepakbola muda tidak hanya dibina dalam hal teknis dan stamina, melainkan terutama dalam hal sikap mental dan filosofi sepakbola klub.

Dari segi penggajian, pesepakbola muda mendapat bayaran relatif murah. Pada awal karir pesepakbola muda, uang bukan tujuan utama. Motivasi mereka adalah aktualisasi diri dan sesegera mungkin masuk ke dalam tim utama. Karena merasa “hutang budi”, ikatan mereka kepada klub lebih kuat pada psychological contract ketimbang economical contract.

Dalam konteks group cohesiveness dan group performance, pembinaan pesepakbola muda relatif sangat menguntungkan. Kebersamaan mereka dalam waktu yang relatif lama, dan “jatuh bangun” bersama-sama selama menjalani pelatihan dan pengembangan, sangat baik untuk membangun saling pengertian dan group cohesiveness.

FC Barcelona sudah membuktikan bahwa, kedigdayaan mereka selama tahun 2010  (merebut 6 juara dalam satu musim kompetisi, jumlah terbanyak yang bisa diraih oleh sebuah klub) dan 2011 (merebut 5 juara), sebagian besar adalah kontribusi 8 pemain alumni La Masia.

Sedangkan dari segi finansial, klub mendapat keuntungan dari penjualan pesepakbola muda yang diminati oleh klub-klub besar. FC Arsenal dan FC Ajax Amsterdam adalah klub yang mampu menjual pemainnya dengan harga 3 sampai 5 kali lipat dari harga pembelian pesepakbola muda.

Meskipun demikian, “harga” yang harus dibayar oleh sebuah klub yang mengandalkan pesepakbola muda juga sangat mahal. FC Arsenal harus rela “berpuasa” gelar sejak terakhir kali mereka merebut Piala FA tahun 2005.

Tetapi perlu diingat juga bahwa, klub-klub sepakbola yang memiliki strategi rekrutmen dan seleksi “buy” (membeli pesepakbola yang sudah jadi), tidak serta merta mampu menjadi juara liga kompetensi reguler. Artinya, tidak ada jaminan bahwa jumlah anggaran biaya sebuah klub berbanding lurus dengan prestasi yang diraih.

Strategi Kombinasi Buy dan Made

FC Manchester United dan FC Barcelona “mewakili” klub-klub sepakbola yang memiliki filosofi dan menerapkan strategi rekrutmen dan seleksi kombinasi “buy” dan “made”. Strategi “gado-gado” ini terbukti berhasil. MU misalnya, dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, berhasil menjadi juara English Premier League sebanyak 12 kali.

Sejatinya, MU dan Barcelona sama-sama royal dalam hal belanja pemain. MU misalnya, pernah memboyong beberapa pesepakbola dengan nilai transfer cukup fantastis pada zamannya. Sebut saja gelandang Juan Sebastian Veron diboyong pada tahun 2001 dengan  harga bandrol 28 juta poundsterling, Rio Ferdiand diboyong pada tahun 2002 dengan nilai transfer 29,1 juta pounds, Dimitar Berbatov dengan nilai transfer 30 juta poundsterling, dan Wayne Rooney dengan nilai transfer 25 juta pounds (pada tahun 2004 dan Rooney masih berusia 18 tahun). Bahkan, untuk mendapatkan tanda tangan kiper David de Gea pun MU rela merogoh 18 juta poundsterling.

Tetapi MU dan Barcelona juga mengandalkan pesepakbola yang dibina sendiri melalui akademi sepakbola milik klub. Generasi emas binaan MU mencapai puncak prestasi pada tahun 1993-1999, antara lain David Beckham, Neville bersaudara, Paul Scholes, Nicky Butt, dan Ryan Giggs. Saat ini, sebagian anggota squad MU adalah alumni akademi sepakbola MU, antara lain Darren Fletcher, Phil Jones, Danny Welbeck.

Image courtesy http://www.fcbarcelona.com

Di kubu Barcelona, alumni akademi La Masia lebih mendominasi squad Barcelona saat ini. Sebut saja nama-nama yang sudah malang melintang di La Liga, antara lain Carlos Puyol, Xavi Hernandez, dan Andres Iniesta. Generasi yang lebih muda juga sudah menjadi tulang punggung squad Barcelona, antara lain Gerard Pique, Lionel Messi, Sergio Busquets,  Cecs Fabregas, dan Pedro. Bahkan, generasi pesepakbola yang masih “bau kencur” sudah mulai masuk tim inti Barcelona, antara lain Thiago Alcantara, Isaac Cuenca, dan Andre Fontas.

Strategi Penggajian, Kinerja, dan Prestasi

Bagaimana hubungan dan pengaruh dari strategi penggajian terhadap kinerja dan prestasi. Strategi penggajian apa yang berdampak positif lebih baik terhadap kinerja dan prestasi?

Saya tidak memiliki data hubungan dan pengaruh strategi penggajian terhadap kinerja dan prestasi organisasi dan perusahaan pada umumnya. Mungkin, penelitiaan tentang hal tersebut juga belum pernah ada. Tetapi untuk klub-klub sepakbola, kita secara gamblang dapat mengetahui hubungan dan pengaruh antara strategi penggajian dengan kinerja dan prestasi sebuah klub sepakbola.

Strategi penggajian “buy” memang mampu menarik dan mempertahankan pesepakbola terbaik untuk bergabung dengan sebuah klub. Tetapi pesepakbola terbaik tidak secara otomatis berkorelasi positif terhadap kinerja dan prestasi sebuah klub. Bahkan, untuk sebuah timnas yang diperkuat oleh pesepakbola terbaik – contoh timnas Argentina – juga tidak menunjukkan kinerja dan prestasi yang membanggakan.

Kinerja dan prestasi klub-klub yang suka belanja pesepakbola dengan nilai transfer “gila-gilaan” – Madrid, City, dan Chelsea – selama 2 tahun terakhir (musim kompetisi 2009/2010 dan 2010/2011) biasa saja (gagal menjuarai liga kompetisi reguler dan liga Champions). Biaya yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan kinerja dan prestasi yang diraih. City bahkan sudah kehilangan kesempatan untuk meraih Piala Champion di tingkat Eropa, Piala Carling dan Piala FA (di Inggris). Untuk menjuarai Liga Primer Inggris musim kompetisi 2011/2012, City masih harus membuktikan lebih baik dari MU.

Demikian juga dengan kinerja dan prestasi klub-klub sepakbola menerapkan strategi penggajian “made”. Mengandalkan pesepakbola muda sebagai kekuatan utama sebuah team tidak mampu untuk meraih prestasi yang membanggakan klub. Sebagai contoh adalah Arsenal yang sudah “puasa” gelar selama 7 tahun. Sesungguhnya, dalam konteks kinerja dan prestasi pesepakbola muda usia, mereka cukup kompetitif. Tetapi jika prestasi sebuah klub diukur dengan menjuarai kejuaraan-kejuaraan resmi, maka mengandalkan pesepakbola muda saja  tidak cukup untuk “mengangkat” kinerja dan prestasi terbaik bagi sebuah klub.

MU dan Barcelona membuktikan bahwa strategi penggajian kombinasi “buy” dan “made” relatif lebih dapat diandalkan.  Perpaduan pesepakbola muda yang miskin pengalaman (tetapi memiliki stamina, teknis, dan mental bertanding yang baik) dan pesepakbola senior yang sudah memiliki “jam terbang”, menjadikan sebuah team lebih kompetitif dan mampu menunjukkan kinerja dan prestasi terbaik.

 

Strategi, Metode, dan Alat Seleksi.

Pada dasarnya, strategi, metode dan alat seleksi apapun tidak bisa menjamin bahwa hasil seleksi sesuai dengan harapan. Mungkin saja melalui strategi, metode, dan alat seleksi yang tepat diperoleh karyawan baru yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan dan pekerjaan. Tetapi, kesesuaian kompetensi dengan persyaratan tidak serta merta menjamin karyawan yang bersangkutan pasti menunjukkan kinerja dan prestasi terbaik.

Secara umum, setiap karyawan baru, harus memenuhi 3 kriteria fit, yaitu job fit, organization fit, dan organization fit. Meskipun ketiga-tiganya sangat penting, dalam praktek, sangat tidak mudah ketiga kriteria tersebut terpenuhi.

Proses rekrutmen dan seleksi mungkin mampu memastikan kriteria job fit dan organization fit terpenuhi, tetapi karyawan baru tidak memenuhi kriteria cultural fit. Jika hal ini terjadi, maka kinerja dan prestasi karyawan baru, berpotensi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam sepakbola kejadian seperti itu seringkali terjadi. Fernando Torres adalah penyerang yang “subur” di FC Liverpool dan timnas Spanyol, tetapi tidak mampu memberikan kontribusi yang sangat signifikan di FC Chelsea. Demikian juga Zlatan Ibrahimovic gagal total di FC Barcelona. Padahal, pada saat masih memperkuat Juventus dan Inter Milan, Ibra adalah penyerang yang “tajir”. Bahkan, berkat gol-gol yang dicetaknya untuk Juventus, Ibra dijuluki “Abracadabra”.

Mengelola manusia memang tidak bisa mengandalkan hubungan sebab akibat. Sikap dan perilaku manusia memang dapat diprediksi, tetapi tidak dapat dipastikan. Karena itu, apapun strategi, metode, dan alat seleksi yang digunakan, proses rekrutmen dan seleksi harus ditindaklanjuti dengan aktivitas-aktivitas yang membuat karyawan baru mampu menyesuaikan diri dan diterima lingkungannya.

Tampak Siring,  10 Maret 2012

 
Leave a comment

Posted by on March 14, 2012 in Human Capital

 

Leave a comment